A Bunch of Baby [Kris the Rocker Appa]

Title:A Bunch of Baby [Kris the Rocker Appa]

Cast: Kris EXO-M

Genre: Comedy, Fluff, Family, Friendship

Rating: G

Summary:

Kris bukan ayah yang memakai kemeja dan dasi lalu pergi ke kantor. Kris adalah ayah yang punya tato di lengannya, piercing di kedua telinganya, lemari penuh kaus hitam bergambar seram dan dia tidak memegang komputer melainkan stick drum.

 

Read this too:

Kai // Chen // Luhan

Warning!

A lot of swears. What can I do? This is rock band!! >.<

 

***

 

Matahari mulai meninggi di langit yang biru seraya segala macam aktivitas berjalan di bawahnya. Ada orang yang bekerja, ada yang terjebak macet, ada yang berjualan, ada yang belanja, ada yang tersandung batu dan jatuh, ada yang menjemur pakaian, juga ada yang sibuk bergosip ria di salah satu kafe ternama kota itu.

Namun tidak akan pernah sesibuk apa yang Kris lakukan bersama teman-temannya di dalam ruangan studio kecil itu. Band bernama Al Capone ini punya aktivitas tersendiri; lain dari yang lain. Kris sibuk memukul drum, Chanyeol dan Tao memetik gitar listrik, Xiumin bermain bass, sementara Baekhyun sang vocalist band bernyanyi ikuti irama.

Inilah yang mereka lakukan sejak duduk di bangku kuliah. Bermain musik hingga tengah malam, perform kecil-kecilan di sebuah club atau pub. Kris tidak pernah memikirkan masa depannya, sungguh. Dia hanya tahu pergi kuliah di pagi hari, bermain kartu, nge-band, menambah piercing di telinga atau membuat tato baru.

 

Ah, sungguh berantakan.

 

Masa depannya begitu abstrak hingga suatu hari dia mulai jatuh cinta pada salah seorang fansnya yang berambut merah burgundy, mereka menikah dan punya anak perempuan.

 

Kehidupan seorang Kris pun di mulai dari sana.

 

Dan lupakan semua itu sejenak. Kini mereka sedang latihan serius untuk konser tanggal 25 dan Chanyeol sangat semangat akan hal ini.

”Okay, everybody! Make some noise!“ suara berat itu sebagai penanda musik mulai melantun keras. Diawali petikan gitar Tao, lalu semuanya mengikuti.

Baekhyun bernyanyi sangat bagus di awal. Penuh emosi dan bagaimana dia menghayati setiap lirik lagu rock yang mereka bawakan sangatlah keren. Jauh lebih baik dari yang tadi. Tao tidak melakukan kesalahan, Xiumin juga, Chanyeol juga, sejauh ini mereka baik-baik saja hingga ke pertengahan lagu tiba-tiba mereka kehilangan suara tabuhan drum.

 

”Oh, shit! Kris!”

 

Chanyeol menolehkan kepala ke belakang, mendapati si drummer sedang terpaku pada ponselnya.

”Kris, bisakah kau buang ponsel itu dan berlatih yang benar?”

”Eumm, guys—” Kris beranjak dari tempatnya. ”Aku harus pergi.”

”Kemana?” tanya mereka bersamaan. Hei, mereka sedang latihan, mereka hampir sempurna tadi sebelum Kris mengacau dan sekarang dia mau pergi??

Kris melambaikan ponsel di tangannya. ”Aku harus menjemput Peizhi di sekolah. Ini sudah waktunya dia pulang.”

Rahang Chanyeol terjatuh beberapa senti, ”Kau mau meninggalkan Al Capone? Band yang sudah berjalan selama lima tahun ini?” tanyanya sarkastik.

”Jangan berlebihan seperti itu, idiot. Dia hanya pergi menjemput Pei,” kata Xiumin sebal. Mengapa Chanyeol selalu seperti ini? Dan Kris bersyukur Tuhan menciptakan Xiumin untuk masuk ke dalam Al Capone.

 

Kris memberinya stick drum dan tersenyum, ”Aku pergi. Lanjutkan latihannya, dude.” Kemudian Kris melangkah pergi keluar studio dengan entengnya, tinggalkan seluruh urusan yang bersangkutan dengan band Al Capone. Well, tidak ada yang bisa menghalangi Kris untuk hal yang satu ini.

Dia langsung mempercepat langkahnya ketika melirik jam di ponsel menunjukkan pukul 1 siang. Ah, dia harus cepat-cepat pergi. Kris mengendarai mobil mustang hitamnya sedikit ngebut. Kris tidak boleh terlambat menjemput anak perempuannya di sekolah.

***

 

Sesungguhnya Kris tidak terlalu menyukai kegiatan jemput-menjemput Peizhi—putrinya—di sekolah. Bukan karena harus meninggalkan Al Capone berlatih tanpa dirinya atau dia tidak sayang pada Peizhi. Oh, dia sangat sayang pada gadis kecilnya yang berumur lima tahun, namun taman bermain kanak-kanak sepertinya bukan tempat yang cocok untuk Kris.

 

Pandangan itu selalu mengikutinya.

 

Kris berjalan diantara para orangtua yang hendak menjemput anak-anaknya. Beberapa pasang mata tak henti melihatinya aneh seakan Kris adalah alien yang baru turun dari langit. Tapi Kris hanya acuh dan terus berjalan sampai di depan pintu kelas. Kelas kosong melompong, menyisakan Peizhi si gadis kecil di kursi paling depan.

”Pei!” panggil Kris dan anak itu mendongak, seketika wajahnya cerah.

”Aya—” Peizhi baru saja hendak berlari ke arah Kris di pintu sebelum seorang guru bertubuh gempal memblokirnya tepat di depan wajah Kris.

Kris pun bingung penglihatannya terhalang. ”Maaf…”

”Apa ada yang bisa kubantu—” wanita gemuk itu melihati Kris dari bawah sampai ke atas. ”—tuan?”

”Aku mau menjemput anakku—Peizhi.”

Si wanita itu memicingkan matanya, sekali lagi menyapukan pandangan curiga pada Kris. Kris tidak tahu harus berbuat apa karena—hei, apa yang aneh darinya? Dia mandi hari ini, dia menyisir rambut, dan memakai parfum banyak-banyak. Ini kaus baru yang dibelikan istrinya minggu lalu. Apa ada yang aneh?

”Mau menjemput Peizhi?”

Kris menghela napas pendek. ”Ya, aku mau menjemputnya. Aku ayah Peizhi. Harus berapa kali aku katakan?”

Uhuh, tak semudah itu Kris orang mempercayaimu dan guru ini salah satunya.

”Aku tidak percaya.”

”A-Apa?” pekik Kris terlalu keras. Kini dia berkacak pinggang kesal, dengan Peizhi yang masih terperangkap di belakang tubuh wanita itu. ”Atas dasar apa kau tidak percaya bahwa aku ayahnya?”

Wanita itu menggelengkan kepala, ikut berkacak pinggang mirip dirinya. ”Kau tahu, ada banyak sekali orang sepertimu yang mengaku-ngaku mau menjemput anaknya di sekolah dan ternyata dia adalah seorang penculik kelas kakap. Kau kira aku bisa tertipu, hah?”

Wow! Ini adalah penghinaan besar. Seolah ada yang memukul kepala Kris dengan salah satu stick drum kesayangannya atau melemparkan gitar listrik ke wajahnya. Dia adalah ayah biologis Peizhi! Apa wanita ini tak bisa melihat kemiripan di wajah mereka?

”Aku ini ayahnya! Aku bisa menuntutmu karena tidak mengijinkanku menjemput anakku!”

”Oh ya?” wanita itu memasang wajah paling menyebalkan yang pernah Kris lihat seumur hidupnya. ”Sebelum kau menuntutku, lebih baik kau buktikan dulu kalau kau benar ayah Peizhi.”

Emosi Kris meluap di ujung kepalanya, ”Kau mau bukti? Baiklah.” Peizhi menutup kedua matanya di belakang—tidak mau melihat bagaimana cara Kris memberi pembuktian itu pada sang guru.

Mungkin jika orang lain yang sedang dihadapkan masalah ini, mereka akan menunjukkan kartu keluarga atau foto bersama anaknya sebagai bukti. Tapi ini Kris. Ini drummer band Al Capone yang keren itu dan kini dia mau membuktikan bahwa dirinya adalah ayah Peizhi.

”Kau mau bukti?”

”Ya.”

Lalu Kris menggulung lengan kausnya sampai batas bahu; memperlihatkan sebuah tato berbentuk nama: My lil daughter, Peizhi. Kemudian dia menyingsingkan lengan kausnya yang satu lagi. Kini tato di sana bergambar wajah bayi perempuan disertai tulisan: Rock on baby Peizhi.

”Dan aku masih punya tiga tato Peizhi di tempat lainnya, kau mau lihat?” bisik Kris pelan, hampir menyingkap kausnya. (Wow, berapa tato yang kau punya ditubuhmu, Kris?)

Mata wanita itu membelak lebar dan dia menghentikan aksi unjuk tato yang dilakukan Kris. Dia seorang ayah atau gangster?! ”T-Tidak, tidak. Kau boleh bawa pulang Peizhi. Aku tidak peduli kau ayahnya atau bukan.” sekejap wanita gemuk itu dengan susah payah berlari masuk kelas.

”Cih, dasar penakut!”

”Ayah, sudahlah,” ucap Peizhi menggenggam tangannya seraya memberi nada peringatan.

”Dia yang mulai duluan,” balas Kris tak mau kalah. Tapi emosinya luntur seketika saat melihat wajah cemas Peizhi. Dia tidak bisa marah-marah di depannya. ”Aku sebal dengannya.”

”Ayah…”

”Iya, iya, maaf,” ujar Kris lesu, tapi dia kembali gembira ketika melihat senyum di wajah Peizhi mengembang dan manis bagai gulali.

Peizhi terkikik geli dan bergelayutan di tangan Kris, ”Nah begitu dong. Pei tidak suka melihat ayah marah-marah seperti itu. Nanti ayah Pei yang keren jadi jelek.”

Oh, seorang anggota band tidak boleh terlihat jelek, maka Kris akan mencoba kendalikan amarahnya. Kedua sisi bibirnya tertarik ke atas dan Kris tersenyum membalas senyuman gadis kecilnya. Senyuman yang jadi kekuatan di saat Kris lelah sepulang perform atau di kala dirinya sedih.

”Ayo, kita pulang.”

Mereka pun pulang ke rumah kecilnya di pinggir kota, satu yang sedikit berantakan dengan menaiki mobil mustang hitam Kris. Mobil itu tak seperti mobil Jongin yang dipenuhi lagu Barney bernyanyi Twinkle Twinkle Little Star, melainkan lagu Nirvana yang mengalun disana dan Peizhi menggoyang-goyangkan kakinya seirama hentakan lagu rock itu.

Well, beginilah hidup anak perempuan yang lahir dari seorang anggota band.

 

***

Kris sering memperhatikan kebiasaan para ayah lain di hari Sabtu—hari dimana semua rutinitas sehari-hari tersapu bersih. Inilah saatnya bercengkerama dengan keluarga mereka. Kris memperhatikan bahwa Jongin adalah ayah yang mengajak keluarganya pergi ke taman untuk bermain bulu tangkis. Jongdae adalah tipe ayah yang lebih memilih mendekam di rumah dan membuat sejumlah video konyol bersama anaknya—Dong Dong. Kalau Luhan akan membawa Xiaowen pergi main bola di lapangan.

Sedangkan Kris…

 

Hari sabtu adalah harinya Kris berlatih band juga hari dimana dia harus mengajak Peizhi jalan-jalan. Itu akan sangat membingungkan bagaimana membagi waktu antara hobi atau keluarga, maka Kris membuat suatu formula tersendiri:

 

Hari Sabtu + Hari Berlatih Band Al Capone = Hari Mengajak Peizhi Jalan-Jalan di Sekitar Studio Musik dan Menonton Al Capone Berlatih Band.

 

”PEIZHIIIIIIIIIIIIIII!!!!” sambut Chanyeol segera melepas gitar dan tangan terentang lebar siap memeluknya. (Chanyeol punya ketertarikan sendiri pada gadis kecil itu. Dia bilang: Hei, anakmu cantik, Kris! selanjutnya dia berkata: apa Peizhi sudah punya pacar di sekolah? Oh, jangan melihatiku seperti itu. Aku hanya sekedar bertanya. Kemudian Xiumin memukul belakang kepalanya: kau tahu berapa jarak umur kalian??)

Peizhi berlari dari ambang pintu ke arahnya—ah, bukan ke arahnya. Lebih tepatnya Peizhi berlari lewati kedua kaki panjang Chanyeol bagai terowongan dan jatuh ke dekapan Baekhyun yang sudah siap di belakangnya.

”Paman Baekhyun!” soraknya ceria memeluk Baekhyun dan Chanyeol berbalik sambil protes, ”Curang! Kau curang, Byun Baekhyun! Kau curi start duluan!”

Baekhyun menjulurkan lidah atas kemenangannya dan memilih untuk segera jauhkan Peizhi dari Chanyeol karena menurutnya Chanyeol bagai monster kelaparan yang melihat Peizhi mirip muffin cokelat. Uggh, itu cukup mengerikan.

Kris masuk dengan berbagai peralatan drum-nya, hari ini dia akan membiarkan kelompok ini sedikit bersantai karena Peizhi ada di sini, tak boleh terlalu serius dan itu melegakan bagi para anggota. Mereka (terutama Baekhyun, Xiumin, dan Chanyeol) bermain bersama Peizhi di sudut ruangan, entah apa yang mereka mainkan sementara Kris dan Tao pergi ke sisi ruangan lain untuk menulis lagu.

”Pei, kau mau dengar cerita tentang ayahmu tidak?” Kris dengar itu dari jarak yang cukup jauh dan mengirim pandangan mematikan pada Chanyeol, ”Jika kau berani cerita yang macam-macam, ini…” dia menunjuk stick drum-nya. ”…akan menancap di kepalamu.”

”Ayah.”

”Maaf.” Upps, dia lupa kalau ada Peizhi yang siap mengingatkannya untuk bersikap manis bagai marshmallow.

”Iya, ayah. Kau harus bersikap baik,” celoteh Chanyeol berusaha meniru suara Peizhi yang imut dan itu malah membuat Kris ingin benar-benar menancapkan stick drum di kepalanya.

Kemudian mereka tidak berbicara lagi karena Kris langsung tenggelam di lautan kertas-kertas lagu bersama Tao, walaupun dia masih mendengar ketiga pria itu berbisik samar-samar bersama Peizhi lalu terkikik geli. Namun dia tidak punya waktu untuk menanggapinya.

”Sudahlah, tidak perlu melirik kesana setiap detik atau kau akan memberi semua lagu kita dengan judul ’Peizhi’.” Tao terkekeh memberinya beberapa kertas lagi.

Kris tersenyum simpul. ”Hanya penasaran.”

”Takut mereka menceritakan kisah gelap-mu?” goda Tao.

Pria itu kembali tertawa sambil menutup matanya, ”Bukan gelap, tapi lebih tepatnya berantakan.” matanya bergerak ke arah sudut ruangan dimana punggung Peizhi menghadapnya, juga rambut kuncir kuda yang bergoyang setiap kali dia tertawa. ”Konyol jika Pei tahu.”

”Oh ya, seperti tidak mandi seminggu—”

”Hei! Itu karena aku tidak punya uang untuk membeli sabun dan ibu pemilik dorm mematikan air,” sergah Kris cepat dan mereka tertawa mengenang itu. Well, Tao tinggal bersamanya waktu itu dan dia tahu bagaimana persisnya kisah Kris.

Kris mendesah pelan seraya dia menyerah dengan beberapa lagu yang belum di aransemen. ”Banyak yang berubah, Tao.” suaranya memelan. ”Saat Pei datang, hidupku banyak berubah.”

”Yeah, aku bisa melihatnya.”

Ya, semua orang bisa melihat hal itu dengan jelas bagaimana keputusan Kris untuk menikahi sang gadis tercinta merupakan langkah yang tepat menuju kehidupan lebih baik. Kris seolah berubah walaupun pada saat itu dia sangat miskin, membeli cincin saja dia tidak bisa.

”Kau tahu, aku tidak pernah tidur di atas jam sembilan malam karena Pei sering minta aku menemaninya tidur dan membacakan cerita. Aku jadi tahu bagaimana cerita Cinderella, lalu aku tahu bagaimana menguncir rambut anak perempuan. Aku jadi tahu bagaimana membuat pie stroberi karena Pei sangat menyukainya.” Kris berhenti sejenak membayangkan apa yang dia lakukan selama ini.

Tidak ada yang pernah membayangkan bahwa dia akan menjadi seorang ayah yang berkutat di dapur, kenakan apron gambar beruang dan menyusun buah-buah kecil di atas pie. Tidak ada yang pernah membayangkan Kris akan menjadi ayah yang menyisir rambut gadis kecilnya setiap pagi dan sematkan pita disana. Tidak ada yang pernah membayangkan Kris akan membaca satu persatu cerita para princess disney dan terkadang dia memperagakan bagaimana tingkah para puteri itu hanya untuk membuat Peizhi tertawa.

 

Tidak ada yang pernah membayangkan semua itu, termasuk Kris.

 

”Aku tidak pernah menyentuh beer, vodka, bahkan Pall Mall satu batang pun.” Kris ingat dia harus berjuang mati-matian tidak menghisap Pall Mall—rokok favoritnya. Tapi setidaknya itu menjadikannya orang paling sehat di antara para anggota Al Capone. Well, berterima kasih lah pada Peizhi, Kris.

”Bukankah itu baik?” tanya Tao.

 

Lebih dari sekedar baik!

         

Tanpa terasa matahari di luar hampir tenggelam di langit. Peizhi masih seru bercanda ria bersama ketiga pria itu, namun dia ingat harus pulang sebelum pukul tujuh untuk makan bersama ibunya di rumah.

”Pei, ayo kita pulang,” ajak Kris sambil membereskan segala macam peralatan drum serta kertas-kertas lagu.

”Oh, tidak! Jangan bawa pergi Pei! Dia masih mau bermain dengan kami, Kris!” teriak Chanyeol sontak memegang tangan kecil Peizhi.

Xiumin memukul kepalanya, ”Kami? Hei, jangan bawa-bawa aku dan Baekhyun ke dalam skandal percintaanmu yang tidak normal. Tenang saja, Kris, aku dan Baekhyun tidak ada sangkut pautnya dengan orang ini.”

Kris tersenyum tipis dan mengepalkan tangan pada mereka sebagai tanda peringatan: jangan-macam-macam-dengan-anakku! Itu cukup membuat mereka semua melambai dalam diam dan biarkan Peizhi pergi bersama Kris.

”Aku akan kembali lagi kesini minggu depan. Bye paman Chanyeol, paman Tao, paman Xiumin, paman Baekhyun!” ujar gadis kecil itu riang sebelum masuk ke  mobil.

 

Chanyeol melambai sedih di depan pintu studio dan mendesah pelan pandangi mobil Kris yang semakin jauh.

 

”Minggu depan itu masih lama. Tujuh hari…”

 

Baekhyun memutar kedua bola matanya kesal. ”Oh please, seseorang harus memukul kepalanya dengan gitar listrik sebelum aku yang melakukannya!”

***

          Malam itu mereka makan spaghetti yang enak buatan sang ibu dan pie buah sebagai penutup. Kris tidak membacakan salah satu cerita di tempat tidur, malah dia yang menuntut untuk diceritakan oleh sang anak; satu yang membuatnya penasaran sejak tadi.

”Mereka cerita apa tentang ayah?”

Peizhi dan dirinya berbaring di bawah selimut Hello Kitty warna pink yang super hangat. ”Eumm…”

”Mereka tidak bilang yang macam-macam tentang ayah ’kan?” tanyanya semakin was-was ketika Peizhi tampak tidak ingin memberikan jawaban.

”Eumm, cerita tidak ya pada ayah?”

”Hei…” Kris menatap gadis kecilnya tak percaya dan dia harus menggelitiki perut mungil Peizhi untuk dapatkan jawaban yang dia mau. Mereka berkutat bagai bola di tempat tidur selama beberapa menit hingga Peizhi mulai angkat tangan.

”Baiklah, baiklah,” si kecil terkikik geli. ”Aku akan katakan pada ayah.” Gadis kecil itu duduk di pangkuan Kris, menggambar pola bulat-bulat di dadanya dan mulai bicara, ”Mereka bilang ayah sering tidak ganti baju waktu kuliah dulu.”

Sial, ini pasti Chanyeol yang cerita.

Kris bergerak tak nyaman di tempatnya. ”Eumm, y-ya…tapi kini ayah sering berganti baju,” jelas Kris menunjuk kausnya sendiri.

”Lalu mereka bilang ayah sering minum minuman berwarna-warni yang membuat ayah jadi mirip orang tidak waras.”

Byun Baekhyun! Besok kau akan jadi daging panggang di tiang listrik!

Kris menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal. ”I-itu…tapi ayah sudah berhenti meminumnya. Rasanya tidak enak.” Yeah, kau benar, Kris.

Peizhi mengangguk paham dan satu fakta lagi yang meluncur dari bibir merah muda itu. Satu fakta terakhir yang bahkan Kris hampir lupa, namun kenangan itu kembali merasuki kepalanya di tengah malam ini. Peizhi mengatakannya dengan sangat pelan.

 

”Mereka bilang ayah menjual drum kesayangan ayah demi membeli cincin untuk ibu.”

 

Kini Kris tidak ingin membunuh ketiga temannya yang telah menceritakan hal ini pada Peizhi. Kris mengakui itu sambil tersenyum malu dan Peizhi tahu dia punya ayah yang keren sekaligus manis di saat yang bersamaan.

 

”Ayah, jangan lupa ya, tanggal 25 nanti aku akan main drama di ulang tahun sekolah.”

”Oh, tentu. Tentu ayah akan datang. Ayah akan duduk di barisan paling depan,” ucap Kris mengukir janji di hati kecilnya, juga sebuah lingkaran di kalender dengan spidol merah menyala.

 

25 April: Lil Pei will be an actress.

 

Kris tidak akan lupa.

 

***

 

25 April.

 

”Thank you for coming here! You’re awesome! You’re fuckin awesome, guys?!”

Suara berat Chanyeol berdengung keras di speaker. Malam ini performance mereka bisa diberi nilai A plus plus plus karena lagu Oasis tidak pernah se-keren itu dibawakan oleh band lain. Malam ini adalah malam Al Capone, oh yeah,  tentu saja. Para penonton membicarakan betapa mengagumkannya Baekhyun (dan eyelinernya), Tao (dan piercing tambahan di alisnya), Chanyeol (dan kata-kata kerennya), Xiumin (dan rambut barunya), lalu Kris yang seperti biasa—permainan drumnya sangat A-W-E-S-O-M-E!

Itu pukul sembilan, Kris seharusnya sudah berada di tempat tidur dan mendongeng, namun kali ini dia akan bekerja sampai larut malam—minus menghadiri pesta-pesta liar yang dihadiri teman-temannya.

Tapi…

Ada sesuatu yang aneh—mengganjal—ketika Kris duduk di meja bar memesan sebotol air mineral dan dia berpikir mungkin ada yang dia lewatkan hari ini. Maka dia bertanya pada Chanyeol saat itu.

”Apa kita sudah menyanyikan seluruh lagu di list?”

”Err, yap. Kenapa?” tanya Chanyeol bingung.

Kris mengedikkan bahunya. ”Entahlah, aku merasa seperti melupakan sesuatu.”

Chanyeol menatapnya penasaran dari bawah sampai ke atas. Tidak ada yang aneh. ”Well, kau baru dari kamar mandi ’kan tadi?”

Kris mengiyakan pertanyaan itu.

”Apa kau sudah menyiram toiletnya?”

Satu anggukan. (Mana mungkin dia lupa!)

”Apa kau sudah menutup risleting celanamu?”

Kris mengeceknya dan mengangguk lagi.

Kini Chanyeol mendekatkan diri agar Kris bisa mendengar dia berbisik pelan, ”Apa…kau…sudah…cuci tangan setelah pip—”

Kris menjauhkan diri dari pria ini dan berteriak frustasi, ”Tentu saja sudah! Apa kau gila, Park Chanyeol?!!!” dia sedang tidak ingin bermain-main dengan tingkah konyol Chanyeol karena perasaan ini kian menekannya dan rasanya tak enak.

”Segala kemungkinan dapat terjadi, Kris,” Chanyeol mereguk bir-nya sampai habis. ”Aku tidak tahu masalahmu. Bye.”

Dan terduduk-lah Kris di sana ditemani sebotol air mineral yang tiba-tiba terasa pahit terkecap lidahnya. Dia tidak banyak bicara selama perjalanan pulang—sendirian—karena dia tidak mau ikut pesta yang di buat oleh Chanyeol, lagipula rasa aneh yang bersarang di dadanya semakin memburuk. Oh, apakah ini?

 

Pertanyaan itu baru terjawab saat Kris melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah kecilnya. Kalender bergambar Mickey Mouse yang terpampang di dinding seolah menghantam kepalanya dan warna merah yang melingkar di tanggal 25 beserta keterangan ’Lil Pei will be an actress’ mengejeknya seakan Kris adalah makhluk paling hina di dunia.

 

Oh, dia memang makhluk paling bodoh di dunia.

 

Kris segera berjalan cepat ke kamar Peizhi dan bertemu sang istri di sana. ”Apa Pei sudah tidur?”

Wanita itu tidak menjawab alih-alih membuka pintu kamar Peizhi yang masih dalam keadaan terang dan Kris melihat sang anak tidur menghadap ke arah jendela. Dia tahu Peizhi masih bangun, dia tahu Peizhi menyadari kedatangannya, dia tahu Peizhi pasti marah karena dia lupa datang ke acara sekolahnya dan melewatkan drama yang dimainkan Peizhi.

”Hei, lil Pei,” panggil Kris sia-sia karena jangankan menjawab, gadis kecil itu tak bergerak sesenti pun.

”Pei?” Kris mengguncang sedikit bahunya hingga Peizhi mulai berbalik menghadapnya dan Kris bisa melihat wajah manisnya juga bantal itu basah akan air mata. Hatinya teriris pisau kasat mata.

”Pei, ayah minta maaf. Ayah benar-benar minta maaf, sayang,” bisik Kris hapuskan air matanya. Rasa bersalah menyiksanya setiap kali melihat butiran-butiran air mata jatuh di pipi Peizhi.

 

Kris tidak bermaksud menyakiti hati kecilnya.

 

”Ayah…berjanji akan datang menontonku,” isaknya.

”Ayah tahu, ayah bekerja tadi. Ayah benar-benar—”

”Katanya ayah akan duduk di kursi paling depan,” kini anak itu tersedu-sedu sambil memeluk boneka kura-kuranya. Matanya bengkak, dia pilek tiada henti dan Kris tahu rasanya tidak enak.

”Ayah tahu, ayah—”

”Ayah tidak sayang pada Pei.”

Kalimat demi kalimat begitu menyayat hati Kris yang sekarang terasa akan meledak jika Peizhi mengatakan beberapa kalimat lagi. Tapi itu memang benar, dia bukan ayah yang baik, dia bukan ayah yang bisa menepati janjinya. Ah, mengapa dia tidak membatalkan saja konser tadi dan pura-pura sakit demi menonton sang anak. Mengapa dia tidak melakukannya?

”Ayah sangat menyayangimu, Pei—”

”Tidak! Kalau ayah sayang, ayah pasti datang!” jeritnya berbalik kembali menghadap jendela. Kris ingin memperbaikinya dengan membisikkan beberapa kata manis atau janji akan mengajaknya pergi ke taman bermain. Tapi Peizhi sudah terlanjur sakit hati, maka tidak ada yang bisa dia lakukan.

 

Kris keluar dari kamar, masih mencoba walau dia tahu itu tidak ada artinya. ”Ayah menyayangi Pei lebih dari apapun. Maaf jika ayah lupa datang menonton Pei. Ayah benar-benar menyesal.”

 

Peizhi tidak berkata apa-apa.

 

Itu belum seberapa—rasa bersalah yang Kris rasakan—saat berdiri diam di ruang tengah dan mendengar suara kecil Peizhi melantun dari dalam kamar; tertangkap telinganya jelas.

 

”Pei sayang, jangan begitu pada ayah. Ayah hanya lupa karena dia juga punya konser malam ini—”

”Ibu, kenapa aku tidak punya ayah seperti Dong Dong atau Xiaowen? Ayah mereka bekerja di kantor dan mereka datang menonton. Mengapa ayah tidak seperti itu juga agar bisa menonton Pei bermain drama?”

Oh, ya. Kris sadar hal ini. Dia bukan ayah yang memakai kemeja dan dasi lalu pergi ke kantor. Dia adalah ayah yang punya tato di lengannya, piercing di kedua telinganya, lemari penuh kaus hitam bergambar seram dan dia tidak memegang komputer melainkan stick drum.

         

Bukan tipe ayah yang Peizhi inginkan; idamkan.

 

***

 

Ini aneh bagi Peizhi saat dia melihat mobil mustang warna hitam yang datang menjemputnya bukanlah dikendarai oleh sang ayah seperti biasa, melainkan ibunya yang berambut merah burgundy. Ini juga aneh ketika bukan jalan menuju rumah yang mereka tuju, tapi rute jalan yang sedikit berbelok-belok dan Peizhi tidak mengerti mau kemana mereka.

”Ibu, kita mau pergi belanja?”

Wanita itu tersenyum di balik kacamata hitamnya dan menggelengkan kepala tanpa sepatah kata pun terucap.

Mereka akhirnya berbelok di ujung jalan dan memasuki sebuah area parkiran yang sangat luas, sepi dengan sebuah panggung kecil di tengah-tengahnya. Ada beberapa lampu, juga motor yang Peizhi kenali merupakan milik Chanyeol, Baekhyun, Xiumin, dan Tao. Apa yang mereka lakukan disini? Mengapa Peizhi pergi kesini?

 

Sang ibu menuntun Peizhi pergi ke bagian muka panggung dan gadis kecil itu harus sedikit melongo akan pemandangan yang tersedia di depan matanya.

 

Di sana ada Kris, Baekhyun, Tao, Chanyeol, dan Xiumin mengenakan kostum yang tak sepadan dengan identitas mereka sebagai anggota band. Mereka semua mengenakan kemeja, dasi, sepatu pantofel hitam yang mengkilap dan rambut mereka tersisir rapi—layaknya pekerja kantoran.

”Pei…” Kris berbicara lewat microphone. ”Kau pasti bingung ada apa ini. Mengapa kau datang kesini dan melihat band ayah. Eumm…a-ayah…eumm…” Kris bukan orang yang pintar merangkai kata-kata indah, maka Chanyeol mengambil alih.

”Hei, lil sweetie Pei. Aku akan mewakili ayahmu berbicara di sini semenjak err, dia ayah terbodoh yang pernah kutemui. Bayangkan mana ada ayah yang melupakan janjinya pada sang anak.”

 

Well, itu keterlaluan, tapi itu juga benar. Ah, Park Chanyeol, mengapa kau tega melakukan hal ini?

 

”Tapi,” Chanyeol masih punya kelanjutannya. ”Satu hal yang perlu kau ketahui, Pei. Ayahmu sangat, sangat, sangaaaaaattt menyayangimu. Mungkin waktu kemarin otaknya yang sudah mulai tua membuatnya lupa datang ke drama sekolahmu dan dia…sangat menyesal. 1000 kali menyesal, sweetie. Dia mengatakan hal itu padaku dalam telepon bahwa dia sangat sedih karena telah membuatmu menangis tengah malam. Dan…ini bukti dia sangat menyayangimu. Dia menyewa panggung ini untukmu dan—kau tahu ada berapa tato di tubuhnya yang bertuliskan namamu?”

 

(Ada urusan apa tiba-tiba Chanyeol menyangkut pautkan tato dalam hal ini?)

 

Peizhi menunjukkan angka lima, namun Chanyeol menggelengkan kepala. ”Tidak, honey. Ada enam. Kau tahu dimana tato yang ke-enam?”

 

Gadis kecil itu menggelengkan kepala.

 

”Di sini,” Chanyeol menunjuk dada Kris. ”Di hatinya dan saat kau terluka, hati ayahmu juga merasakannya, Pei.”

 

Oh Chanyeol, kau adalah orang tergombal sepanjang sejarah hidup Kris, tapi kata-kata itu berhasil menggugah hati kecil sang anak dan Chanyeol berkata lagi , ”Kami akan menyanyikan satu lagu khusus untukmu, lil sweetie Pei.”

Kemudian Baekhyun menyunggingkan senyuman sebelum mengambil microphone, menyanyi diiringi band. Satu lagu dari Maroon 5 yang berjudul ’Goodnight Goodnight’.

 

“I’m sorry, I did not mean to hurt my little girl.”

 

Ya, Kris tidak bermaksud menyakiti hati gadis kecilnya. Dia tidak bermaksud melakukan apapun yang sekiranya membuat Peizhi menangis. Dia tidak akan pernah tega melakukannya. Dia minta maaf.

 

“It’s beyond me, I cannot carry the weight of the heavy world.”

 

Itu sulit; berat saat Kris harus membagi waktunya antara keluarga juga band yang dia sayangi. Keduanya begitu berarti, tak satu pun bisa di tinggalkan, namun kejadian kemarin memberinya banyak pelajaran. Mungkin dia terkadang harus memilih.

 

“So goodnight, goodnight, goodnight, goodnight. Goodnight, goodnight, goodnight, goodnight. Goodnight, hope that things work out all right, yeah.”

 

Kris berharap semuanya akan berjalan dengan baik setelah ini. Dia berjanji atas hal itu.

 

Kris tidak bisa menahan lebih lama lagi saat Peizhi berlari ke atas panggung, menghentikan Kris bermain drum selagi tubuhnya memeluk erat sang ayah. Dia bukan tipe orang yang mudah menangis, namun kali ini rasanya sulit.

“Maafkan Pei, ayah. Pei tahu ayah menyayangi Pei. Pei tahu ayah ingin membuat Pei bahagia dan tidak apa-apa jika ayah tidak menonton Pei kemarin.” Anak itu menangis di bahu Kris, membasahi kemeja birunya.

Ayah dan anak itu saling meminta maaf seraya semua masalah tersapu bersih. Bukankah ini indah?

 

“Ayah, mengapa band ayah memakai baju seperti ini?” tanya Peizhi setelah beberapa menit.

“Oh, bukankah kau ingin punya ayah yang pakai kemeja dan dasi seperti pekerja kantoran. Eumm…ayah tidak bisa bekerja di kantor, jadi…hanya ini yang bisa ayah lakukan. Apa kau suka?”

Sebesar inikah rasa sayang Kris pada Peizhi?

 

Peizhi menggelengkan kepalanya, “Ayah memang tampan memakai apa saja, tapi ayah Pei  tidak seperti ini. Ayah Pei adalah ayah yang memakai kaus metalica dan dia tampak keren.”

Mendengar itu Chanyeol menghela napas lega. “Hah, itu adalah keputusan yang sangat bagus, Pei. Bermain gitar dengan kemeja dan dasi adalah ide terburuk di dunia!” Chanyeol melirik sebal ke arah Kris sambil membuka paksa dasinya.

“Oke, berarti kita harus merayakan ini semua dengan pesta liar. Bagaimana, Kris?” usul Chanyeol.

 

Oh yeah, pesta liar.

 

Kris menolehkan kepalanya pada Peizhi, “Ya, kita harus merayakannya. Pesta.”

 

***

          Menurut Chanyeol, pesta setelah mencapai keberhasilan adalah pesta yang patut diselenggarakan, karena dia bersumpah pesta semacam itu akan terasa sangat indah maka dia menamakannya Pesta Liar. Namun melihat ini, definisi Pesta Liar yang telah dia bangun seketika runtuh dalam waktu beberapa detik.

Definisi Pesta Liar bagi Chanyeol adalah pesta penuh bir, rokok, teman-teman yang keren, juga wanita-wanita cantik. Dan ini…APA INI??

 

“Yeah, pesta liar. Sangat ‘liar’, Kris.”

“Paman Chanyeol harus coba pudding susunya. Enak sekali.”

“Terima kasih, sweetie Pei.”

 

Chanyeol menyeruput milkshake stroberinya dan ini bukanlah club  melainkan toko kue anak-anak—Cupies Cookies—milik Kyungsoo, teman mereka. Disana juga tidak ada wanita cantik, tapi badut yang meniup balon.

 

“Boleh minta balonnya?”

 

“Baekhyun!!!” pekik Chanyeol frustasi.

 

Well, Kris pikir Chanyeol akan mengerti nanti. Suatu hari nanti dengan semua keadaan ini jika dia punya seorang anak…

 

Gadis kecil seperti lil sweetie Pei.

 

          A bunch of baby.

 

THE END

 

A/N:

Aku kembali dengan A Bunch of Baby (kalian juga masih ingat series ini kan?) dan ini adalah Kris the Rocker Appa, yeah yeah. Lama ya aku buatnya, hampir dua bulan. Tapi ya, begitu deh aku adalah orang yang harus deal with the mood dan nge-post ini aku merasa kayak abis nahan kencing sejam terus akhirnya ketemu toilet (maaf, nggak ada perumpamaan yang lebih bagus!)

Nothing to say, tapi semoga kalian suka sama fanfic ini yah. Aku sebenernya udah buntu dan hopeless sama series ABOB tapi ada aja jalannya untuk tetep ngelanjutin 😀

Okeh, semoga the next ABOB akan kubuat lebih cepet. Dan rencananya aku mau buat si thehun, ah tapi tau lah aku adalah orang yang paling ENGGAK KONSISTEN /maaf/ ;;___;;

Oh, ya BIG THANKS FOR DICTA!! Gara-gara dia ngetweet lirik lagu Maroon 5, aku jadi bisa ngelanjutin ini!! THANKS DICTA THANKS!! (((rame banget)))

 

 

And this is the Rocker Appa plays drum! Click here 😀

And say hi, to lil sweetie Pei! Click here 😀

 

 

         I love you!! See you at another fic and next ABOB!!